Loading...

Riwayat Pencarian

Pencarian Populer

burger menu
Anak terlambat bicara.
Tumbuh Kembang

Penyebab Anak Terlambat Bicara, Ciri, dan Cara Mengatasinya

Article Oleh : dr. Argaruci Gemilang 15 Januari 2020

Speech delay adalah salah satu jenis keterlambatan perkembangan umum yang membuat anak terlambat bicara. Lantas, apa penyebab speech delay pada anak dan tanda-tanda anak telat bicara?

Yuk, simak artikel ini sampai habis, untuk mengetahui jawabannya serta cara mengatasinya agar si Kecil lancar bicara.

Apa Penyebab Anak Terlambat Bicara?

Memasuki usia 2 tahun, anak umumnya sudah bisa bicara lancar dan omongannya dapat dimengerti orang dewasa, meski kadang struktur kalimatnya masih belum beraturan.

Namun, jika anak telat bicara atau kata-katanya sulit dimengerti karena ia tidak mampu menyampaikan isi pikirannya dengan baik, ini adalah pertanda speech delay atau anak terlambat bicara.

Speech delay adalah keterlambatan kemampuan anak berbicara dan menyampaikan sesuatu secara verbal. 

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), keterlambatan bicara bisa disebabkan oleh gangguan pendengaran, retardasi mental, gangguan bahasa spesifik reseptif/ekspresif, autis atau gangguan pada organ mulut. 

Berikut penyebab speech delay pada anak yang perlu Mama ketahui.

1. Kurang Stimulasi

Salah satu penyebab anak telat bicara adalah kurangnya stimulasi verbal yang baik pada anak. Misalnya karena Mama dan Papa tidak pernah mengajak anak ngobrol sehari-hari, atau tidak pernah melibatkannya dalam pembicaraan keluarga. 

Padahal, melakukan stimulasi verbal dengan mengajak anak bicara dapat bantu optimalkan perkembangan bahasa dan kosakata anak.

2. Masalah Pendengaran

Gangguan pendengaran anak juga menjadi penyebab keterlambatan bicara paling umum. 

Pada umumnya anak menirukan perkataan yang ia dengar dari orang tuanya. Bila pendengarannya bermasalah, anak bisa merasa kesulitan memahami dan menguasai kosakata spesifik Hal ini akan membatasi keterampilan si Kecil meniru kata-kata dan menggunakan bahasa dengan benar.

Tanda-tanda seorang anak yang mengalami gangguan pendengaran memang tidak tampak secara jelas, Ma. Namun, ini menjadi ciri speech delay yang bisa Mama amati. 

3. Gangguan pada Organ Mulut

Bibir sumbing adalah salah satu contoh dari gangguan organ mulut yang dapat memengaruhi kemampuan bicara anak. 

Selain itu, masalah tongue tie yang disebabkan lipatan bawah lidah (frenulum) pendek juga menyebabkan anak sulit melafalkan kata-kata. Kondisi ini dikenal sebagai gangguan artikulasi, yang menyebabkan koordinasi antara bibir, lidah, dan rahang lebih sulit untuk membuat suara. 

4. Gangguan Oral-Motorik

Sebagian besar anak yang mengalami keterlambatan bicara mungkin memiliki masalah oral-motorik, seperti apraksia, yang dapat merusak kemampuan motorik anak. 

Gangguan ini terjadi ketika terdapat masalah di area otak yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan kata-kata tertentu. Sama seperti gangguan artikulasi, gangguan oral-motorik juga membuat anak kesulitan menggerakkan bibir, lidah, dan rahang untuk bicara. 

5. Adanya Infeksi Telinga

Infeksi telinga yang sudah sembuh umumnya tidak menimbulkan masalah bicara pada anak. Namun, infeksi telinga kronis dapat menjadi penyebab anak telat bicara karena adanya peradangan dan infeksi di telinga bagian tengah. 

Jika Mama mencurigai si Kecil mengalami kondisi ini, ada baiknya untuk segera memeriksakannya dengan dokter spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT). 

6. Autisme

Speech delay pada anak sering kali terlihat sebagai gejala autisme, yaitu gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi perilaku dan komunikasi anak. 

Keterlambatan bicara pada anak akibat autisme dapat disertai gejala lain, seperti mengucapkan suatu frasa berulang-ulang, sulit berkomunikasi secara verbal dan nonverbal, bahkan mengalami gangguan interaksi sosial.

7. Gangguan Saraf

Penyebab speech delay berikutnya adalah gangguan saraf seperti cerebral palsy, distrofi otot, dan cedera otak traumatis yang dapat memengaruhi otot serta area otak diperlukan untuk berbicara. 

8. Terlalu Banyak Screen Time

Penelitian tahun 2023 yang diterbitkan di jurnal GSC Advanced Research and Reviews melaporkan, durasi screen time lebih dari dua jam setiap hari dapat meningkatkan risiko anak telat bicara sebesar 6,2 kali lipat pada usia 1-2 tahun.

Screen time didefinisikan sebagai lama waktu yang dihabiskan di depan media layar, termasuk televisi, ponsel, komputer, tablet, dan video game. 

Screen time yang terlalu lama dan terlalu meningkatkan risiko anak terlambat bicara karena si Kecil tidak terbiasa menggunakan bahasa ekspresif dan dapat mengakibatkan anak kecil jarang bicara.

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan screen time hanya dibolehkan pada anak mulai usia 18-24 bulan, kecuali untuk video call dengan anggota keluarga.

Usia Berapa Anak Dikatakan Telat Bicara? ​​​​​​​

Di usia 3 tahun, anak pada umumnya sudah bisa bicara dengan lancar. Bahkan, anak 3 tahun sudah bisa melakukan dialog dalam susunan 3-4 kata dan percakapan timbal balik, seperti “nggak mau makan itu” yang dilanjutkan dengan “mau yang ini aja”.

Susunan kalimatnya pun mungkin tidak selalu S-P-O-K. Akan tetapi, apa yang anak katakan umumnya masih bisa dimengerti oleh orang dewasa yang mengajaknya bicara.

Keterlambatan bicara terjadi ketika anak tidak menunjukkan kemampuan bicara dan keterampilan berbahasa pada level yang diharapkan di tahapan usianya. Seorang anak bisa dikatakan terlambat berbicara jika belum bisa berbicara dengan lancar di usia 2-3 tahun. 

Anak juga dikatakan memiliki speech delay ketika ucapannya masih sulit dipahami dan ia tampak kesulitan memahami apa yang ia dengar atau baca. Anak mungkin terdengar gagap atau kesulitan mengucapkan kata-kata dengan cara atau tata bahasa yang benar, juga sulit untuk menyampaikan perasaan, pikiran, dan idenya.

Baca Juga: Anak 2 Tahun Belum Bisa Bicara? Ini yang Bisa Mama Lakukan

Ciri-Ciri Anak Terlambat Bicara

Setiap anak umumnya bertumbuh kembang dalam kecepatan dan caranya sendiri-sendiri. Jadi sebagai contoh, anak-anak di umur 2 tahun biasanya sudah mulai mampu menggunakan sekitar 50 kata secara teratur, contohnya “mama”, “papa, “mamam”, “nenek”, dan berbicara dalam kalimat dua dan tiga kata seperti “mau makan” atau “main bola”.

Terlebih, kemampuan bahasa membutuhkan proses yang tidak sebentar. Namun, jika anak Mama tidak berbicara seperti kebanyakan anak pada usia yang sama, ini mungkin pertanda anak mengalami keterlambatan bicara.

Berikut adalah beberapa ciri-ciri umum anak terlambat bicara yang perlu Mama Papa ketahui:

  • Pada usia 12 bulan si Kecil tidak babbling, menunjuk, atau tidak mengikuti gerak-gerik orang tua dan pengasuh.

  • Saat usia 15 bulan si Kecil belum mampu melihat atau menunjuk 5 dari 10 objek, atau orang yang disebutkan dan tidak mengucapkan minimal 3 kata.

  • Usia 18 bulan, si Kecil tidak mengikuti 1 instruksi dan tidak mengatakan “mama, papa, dada”.

  • Anak usia 2 tahun tidak menunjuk pada gambar atau anggota tubuh yang disebutkan dan tidak mengucapkan minimal 25 kata.

  • Usia 2,5 tahun si Kecil tidak merespon secara verbal, mengangguk, atau menggelengkan kepala pada sebuah pertanyaan dan tidak dapat mengombinasi dua kata.

  • Anak berusia 3 tahun, si Kecil tidak memahami dan mengikuti perintah, tidak mengucapkan paling sedikit 200 kata, tidak dapat menyebutkan keinginannya dan mengulang kalimat sebagai respon dari pertanyaan.

Jika anak terlambat bicara, sebetulnya ini tidak selalu berarti ada yang salah dalam proses tumbuh kembangnya. Untuk mengetahui diagnosis pasti penyebabnya, diperlukan pendekatan multidisiplin oleh dokter anak, telinga-hidung-tenggorok (THT), psikolog dan psikiater anak, dan terapi dapat dimulai secara sistematis sesuai keadaan pasien.

Apa Saja Tahap Perkembangan Bahasa Anak?​​​​​​​

Sebetulnya anak-anak memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam pencapaian setiap milestone-nya. Ada anak yang memang bisa bicara lebih cepat, ada pula yang membutuhkan waktu sedikit lebih lama. 

Meski begitu, Mama tetap harus memantau kemajuan perkembangan bahasa anak agar tidak sampai melewatkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. 

Nah, untuk mengetahui apakah anak terlambat bicara atau tidak, Mama bisa menyimak apa saja perkembangan bahasa anak berikut ini: 

  • Pada usia 0-6 bulan si Kecil sudah dapat memberikan respon reseptif seperti melirik jika ada suara, berekspresi seperti tertawa, cooing, bersuara seperti “aahh” atau “uuh”.

  • Saat usia 9 bulan, cooing berubah menjadi babbling, mengucapkan “bababababa”, dadadada, “mamamama” atau “papapapa”, dapat mengucapkan Mama dan Papa walaupun belum jelas.

  • Usia 12 bulan, si Kecil dapat mengikuti 1 perintah seperti “Ayo sini lihat, Nak!”, mulai menirukan suara dan intonasi suara, serta dapat mengucapkan 1 kata.

  • Pada usia 15 bulan, pengucapan suara meningkat menjadi 3 kata.

  • Saat memasuki usia 18 bulan, si Kecil mulai dapat menunjuk minimal 1 anggota tubuhnya, pengucapan kata meningkat menjadi 6 kata.

  • Usia 2 tahun, si Kecil mulai dapat menunjukkan gambar, mengikuti lebih dari 2 perintah, dapat merangkai kata, dan dapat menyebutkan gambar.

  • Usia 2,5 tahun, si Kecil dapat menunjuk enam anggota tubuhnya, dapat melakukan 2 tindakan, setengah pembicaraannya dapat dimengerti.

  • Di usia 3 tahun, si Kecil dapat mengetahui 2 kata sifat, mengenali 4 gambar, mengenal 1 warna, dan seluruh pembicaraannya dapat dimengerti.

  • Pada usia 4 tahun, si Kecil mulai dapat memahami 4 kata, mengenal 4 warna dan seluruh pembicaraannya dapat dimengerti.

Cara Mengatasi Keterlambatan Bicara pada Anak

Jika si Kecil menunjukkan tanda-tanda terlambat bicara, Mama sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter anak. 

Dokter akan melakukan pemeriksaan dan mempertimbangkan kemungkinan penyebab anak speech delay, mulai dari masalah pendengaran hingga gangguan perkembangan. Bila perlu, dokter mungkin akan merujuk si Kecil ke ahli patologi bahasa, audiolog, atau dokter spesialis tumbuh kembang anak.

Nantinya, dokter mungkin akan menyarankan anak untuk menjalani terapi wicara sebagai cara mengatasi anak telat bicara. 

Peran orang tua sangat besar untuk bantu mengembangkan keterampilan bicara anak sejak usia sangat dini. Sebab, bertambahnya koleksi kosakata anak akan berbanding lurus dengan jumlah kata yang ia dengar selama periode emas perkembangannya.

Jadi, beberapa hal yang bisa Mama dan Papa lakukan untuk mendorong perkembangan bicara dan bahasa anak antara lain:

1. Perhatikan Gerak-Gerik Anak

Ketika memasuki usia 1 tahun, si Kecil sebenarnya sudah mengerti banyak kata. Tetapi, ia belum mampu melafalkan kata tersebut. 

Untuk menstimulasi keterampilan bicaranya. Mama dan Papa dapat memperhatikan gerak-gerik si Kecil agar mengerti apa yang ia maksud.

Misalkan, jika anak memberikan lambaian tangan, Mama dapat mengatakan “dadah” atau mengajaknya bicara dengan, “Adik mau pamit sama Ayah?”

Atau saat anak menunjuk suatu benda, misalnya bola biru, Mama dapat meresponnya dengan kalimat singkat, “Adik mau main bola biru itu sama Mama?” 

Dengan merespon gerak-gerik anak, Mama membantu melatih si Kecil membiasakan menyampaikan apa yang mereka inginkan lewat kata-kata.

2. Sering Ajak Anak Bicara

Untuk mendukung terapi wicara, Mama bisa rutin mengajaknya ngobrol sebagai salah satu cara mengatasi anak telat bicara.

Hanya karena anak belum bisa bicara lancar, bukan berarti ia belum mengerti apa yang Mama dan Papa maksud, lho! Justru, semakin banyak Mama berbicara dan mengekspresikan diri, semakin mudah bagi si Kecil untuk mendengar berbagai macam kata dan artinya, juga belajar kapan untuk menggunakan suatu kata. 

Jadi, ajaklah si Kecil berbicara kapan pun dan di mana pun, seperti setiap kali memberikan makan, memandikannya, memakaikan pakaian, menyiapkan makanan sampai sebelum tidur. Bicarakan apa saja yang terlintas di pikiran atau benak Mama.

Namun agar mudah dimengerti anak, gunakan kata-kata sederhana dan kalimat pendek. Sebagai contoh, ketika mau makan Mama bisa bilang “Adik lapar, ya? Tunggu sebentar ya, Mama lagi masak nasi”.

3. Jangan Gunakan Bahasa Cadel

Jika si Kecil mengeluarkan suara atau ocehan, Mama bisa menanggapinya. Bila perlu, balas ocehan si Kecil dengan gestur atau mimik muka seekspresif mungkin untuk memancing responnya.

Namun, hindari penggunaan bahasa bayi (baby talk) atau bicara cadel saat berbicara dengan anak, seperti “Ade mau mimi cucu?” atau “Adek jangan lali-lali, ya!”

Bicara cadel justru dapat menghambat keterampilan anak untuk berbicara dengan kosakata dan struktur yang benar.

4. Jangan Cepat-Cepat Koreksi Kesalahan Anak

Ketika anak mengucapkan kalimat atau kata yang kurang tepat, Mama dan Papa tidak perlu langsung mengoreksi kata-kata tersebut.

Biarkan si Kecil mengucapkan kata apa pun, dan berikan respon yang menyenangkan agar memotivasi anak semangat berbicara. Mama cukup tanggapi perkataannya dengan penggunaan kata yang tepat. 

Misalnya, si Kecil berkata “Ma, mau main cepeda ade”. Mama bisa meresponnya dengan “Adik mau main sepeda ya?” bukan dengan “Ini sepeda, nak. Bukan cepeda.”

Respon juga setiap ucapan si Kecil meski Mama mungkin juga tidak mengerti apa maksudnya. Ketika setiap ucapannya ditanggapi, ia akan semakin termotivasi untuk berkomunikasi lebih sering.

Misalnya, ketika anak mengucapkan “ num tutu”, Mama Papa mengulangi dengan kalimat, “Ooh.. Adik mau minum susu?.”

5. Bantu dengan Bahasa Isyarat

Menggunakan bahasa isyarat tidak hanya terbatas sebagai cara berkomunikasi dengan anak-anak berkebutuhan khusus, kok.

Anak-anak kecil memang cenderung lebih mudah memahami bahasa isyarat, sehingga mereka bisa lebih mudah berkomunikasi dan mengekspresikan diri. Memberi anak kesempatan belajar mengekspresikan diri melalui bahasa isyarat dapat membantu mereka merasa lebih percaya diri untuk berkomunikasi.

Misalnya, saat Mama ingin memperkenalkan kata ‘susu’, bisa tunjukkan bahasa isyarat minum susu (dengan membuat gerakan menenggak susu dari gelas) agar si Kecil bisa mengingat kata-katanya lebih baik. 

Lakukan cara stimulasi ini berulang kali agar anak cepat bicara, sampai ia bisa mempelajari kapan harus menggunakan bahasa isyarat dan kapan harus menggunakan bahasa verbal, juga mengaitkan gerakan/isyarat dari kata itu dengan pelafalan dan makna aslinya. 

6. Tunjuk dan Minta Sebutkan Nama Benda

Cara agar anak cepat bicara lainnya adalah menyebutkan nama benda. Anak akan kecil biasanya lebih sering menunjuk barang yang ia mau, bukannya meminta secara verbal. 

Jadi, bila si Kecil menunjuk sesuatu, ucapkan nama benda tersebut agar ia bisa meniru dan menyebut nama bendanya dengan sempurna. 

Sebagai contoh, bila si Kecil menunjukkan sebuah gelas berisi jus, maka Mama bisa menimpalinya, “Adik mau jus?” untuk mendorongnya mengulang kata atau frasa yang sama seperti yang ia maksud, yaitu “jus”. 

Mama juga bisa sering-sering menyebutkan nama-nama anggota tubuh, warna benda, atau menunjuk hewan dan anggota keluarga lain di rumah. 

Contohnya, “Nak, lihat itu ada kucing hitam!” atau coba tanyakan "Hidung adik yang mana?” kemudian minta anak si Kecil menunjuk hidungnya, juga memberi tahu Mama mana mulut, telinga, hidung, kaki, dan sebagainya.

7. Beri Anak Instruksi Sederhana

Mengatasi speech delay pada anak juga bisa dengan membiasakan memberi instruksi sederhana, seperti "Coba ambil mobil merah itu," atau “Dadah ke Papa, Nak!". 

Mendengar instruksi singkat dan sederhana dapat membantu anak memahami apa yang orang tuanya ucapkan.

8. Membacakan Buku Cerita

Membacakan buku cerita bisa jadi cara stimulasi anak agar cepat bicara. Membacakan cerita kepada si Kecil sebanyak mungkin setiap harinya terbukti dapat mendorong perkembangan bahasanya. 

Hal ini didukung oleh sebuah studi yang dimuat pada Journal of Literacy Research tahun 2016. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa anak-anak akan bisa memiliki kosakata yang lebih banyak bila dibacakan buku cerita bergambar daripada mendengar ucapan orang dewasa. 

Studi lain di Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics menunjukkan bahwa membacakan satu buku tiap hari bisa membuat anak terpapar 1,4 juta kosakata lebih banyak dibandingkan anak yang tidak pernah dibacakan cerita.

Mama bisa membacakan cerita sebelum tidur atau setiap kali ada waktu luang untuk bantu memperbanyak kosakata si Kecil. Sembari membaca, Mama bisa tunjuk gambar dan menyebut nama benda yang ditunjuk supaya ia memahami artinya.

Baca Juga: Manfaat Dongeng Sebelum Tidur untuk Perkembangan Otak Balita

9. Ajak Bernyanyi

Mama Papa bisa mengajak anak bernyanyi untuk melatih anak agar cepat bicara. 

Ada banyak sekali lagu anak-anak yang bisa dinyanyikan bersama si Kecil. Misalnya, lagu Bangun Tidur Kuterus Mandi, Bintang Kecil, atau Balonku.

Mama bisa mengajaknya bernyanyi seraya melakukan beberapa gerakan yang ekspresif untuk membantu si Kecil meniru pelafalan lirik dan mengingat kata-kata yang dilantunkan. 

10. Batasi Screen Time

Jika Mama ingin melatih anak cepat bicara, sebaiknya batasi waktu menonton atau main gadget (screen time).

Untuk melatih kemampuan anak berbicara, tentunya perlu dilakukan komunikasi dua arah. Para ahli juga menekankan bahwa interaksi dengan orang lain adalah cara terbaik untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak. 

Penggunaan gawai secara berlebihan tentu tidak memfasilitasi hal tersebut, karena si Kecil hanya dapat mendengar secara pasif tanpa memahami konteks (hearing, not listening). Terlalu fokus pada gawai juga membuat tidak ada interaksi dua arah antara Mama dan si Kecil.

Menurut sebuah studi pada Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics, terlalu banyak screen time berkaitan dengan keterlambatan bahasa pada anak di usia 1,5 tahun.

American Academy of Pediatrics juga menyarankan membatasi screen time untuk anak-anak usia 2-5 tahun tidak lebih dari 1 jam per hari.

Baca Juga: Stimulasi untuk Anak Usia 3 Tahun yang Belum Bisa Bicara

Nah, itu dia berbagai cara mengatasi speech delay pada anak yang bisa dilakukan di rumah. Sebagai orang tua, peran Mama sangat penting dalam penanganan anak terlambat bicara. 

Rajinlah mengajak si Kecil untuk berbicara sejak bayi, walaupun belum bisa berbicara namun kosakata dari Ibu dapat menjadi bekal dalam perkembangan bicara dan bahasanya kelak. Mama juga bisa membacakan cerita untuk menambah kosakata yang didengar oleh si Kecil. 

Keterlambatan bicara pada si Kecil sebaiknya dapat diketahui sejak dini, sehingga dapat dilakukan penanganan secepatnya.

Semoga artikel ini membantu, ya!

  1. Medise, Bernie E. IDAI. Seputar Kesehatan Anak. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum Pada Anak. Jakarta. 2013.
  2. Gunawan, Gladys . et all. Saripediatri. Gambaran Perkembangan Bicara dan Bahasa Anak usia 0-3 Tahun. Vol. 13 No. 1 Juni. 2011. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
  3. Eka News. Anak Terlambat Bicara, Normalkah? Eka Hospital. Monthly Newsletter Ed. 3 Mei 2010. Jakarta.
  4. McLaughlin, Maura R. MD. Speech And Language Delay In Children. American Family Physician. University of Virginia School of Medicine, Charlottesville, Virginia. Vol. 83, No. 10. May 15, 2011.
  5. Soebadi, Amanda. IDAI. Keterlambatan Bicara. Jakarta. 2013.
  6. Pietrangelo, A. (2019, October 30). Does My Toddler Have a Speech Delay? Healthline; Healthline Media. https://www.healthline.com/health/speech-delay-3-year-old-2
  7. Verywell. (2013). Causes of Toddler Speech Delays. Verywell Family. https://www.verywellfamily.com/causes-of-toddler-speech-delays-289665
  8. Peacock, F. (2013, October 13). When Do Babies Start Talking? 9 Tips To Get Baby Talking. BellyBelly; BellyBelly. https://www.bellybelly.com.au/baby/when-do-babies-start-talking/
  9. NHS Choices. (2023). Help your baby learn to talk. https://www.nhs.uk/conditions/baby/babys-development/play-and-learning/help-your-baby-learn-to-talk/
  10. Higuera, V. (2020, March 25). How to Teach Your Toddler to Talk. Healthline; Healthline Media. https://www.healthline.com/health/how-to-teach-toddler-to-talk#tips-and-activities
  11. Speech and Language Development | CS Mott Children’s Hospital | Michigan Medicine. (2022). Mottchildren.org. https://www.mottchildren.org/posts/your-child/speech-and-language-development
  12. ‌Van den Heuvel, M., Ma, J., Borkhoff, C. M., Koroshegyi, C., Dai, D. W. H., Parkin, P. C., Maguire, J. L., & Birken, C. S. (2019). Mobile Media Device Use is Associated with Expressive Language Delay in 18-Month-Old Children. Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics, 40(2), 99–104. https://doi.org/10.1097/dbp.0000000000000630
comment-icon comment-icon