Loading...

Riwayat Pencarian

Pencarian Populer

burger menu
Batuk Rejan pada Bayi: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan - Nutriclub
Kesehatan

Mengenal Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Batuk Pertusis pada Bayi

Article Oleh : Mauliyana Puspa Adityasari 09 Agustus 2023

Pernah dengar tentang batuk pertusis atau batuk rejan, Ma? Batuk pertusis adalah infeksi saluran pernapasan yang sangat menular. Pertusis juga sendiri memiliki banyak sebutan lain, seperti batuk 100 hari atau whooping cough.

Infeksi pernapasan ini dapat menyerang individu pada segala usia, tapi lebih sering menyerang bayi di bawah 6 bulan yang belum sepenuhnya terlindungi oleh vaksinasi. Pada bayi yang berusia di bawah 6 bulan, batuk rejan dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik. 

Dalam artikel ini, Mama akan menemukan penjelasan lengkap mengenai gejala, penyebab, cara mengobati, serta pencegahan batuk pertusis pada bayi. Yuk simak artikel ini agar Mama dapat lebih memahami dan melindungi kesehatan si Kecil dengan baik!

Apa Penyebab Batuk Pertusis?

Batuk pertusis adalah penyakit infeksi pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Bakteri ini mulanya menyerang batang tenggorokan (trakea) dan saluran pernapasan utama yang terhubung dengan paru-paru (bronkus). Sebagai akibat dari infeksi, saluran udara membengkak sehingga menyebabkan gejala batuk yang keras dan berkepanjangan. 

Batuk rejan biasanya akan terjadi selama tiga bulan tanpa membaik sedikitpun. Karena itu, kondisi ini juga sering disebut sebagai batuk 100 hari. 

Batuk pertusis umumnya menular melalui droplet, yaitu partikel liur yang keluar dari mulut atau hidung penderita saat batuk atau bersin tanpa menutup area mulut dan hidungnya. Droplet liur ini berisi bakteri dan dapat menyebar di udara, yang kemudian bisa terhirup oleh orang-orang di sekitarnya.

Pada orang dewasa, penyakit batuk rejan sering kali tidak terdiagnosis. Alasannya, karena mereka cenderung tidak mengalami gejala yang khas, seperti "teriakan" saat batuk. Tidak adanya gejala ini membuat orang dewasa lebih berisiko menjadi inang "pembawa virus" tanpa disadari dan dengan mudah menularkan batuk pertusis kepada orang lain, terutama bayi dan anak-anak. 

Bayi sangat berisiko tertular penyakit ini karena sistem imunnya belum sekuat orang dewasa. Nah, tahukah Mama bahwa sistem imun bayi yang baru lahir sebenarnya belum langsung bisa menghasilkan antibodi sendiri? Antibodi adalah bagian dari sistem kekebalan yang bekerja untuk melindungi tubuh dari bahaya virus, bakteri, kuman zat-zat yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. 

Tubuh bayi baru mulai membangun sistem kekebalan dan memproduksi antibodinya sendiri ketika sudah berumur 2-3 bulan. Setelah usianya menginjak 6 bulan nanti, sistem kekebalan tubuhnya sudah bisa bekerja dengan normal layaknya sistem kekebalan tubuh orang dewasa.

Baca Juga: 10 Penyebab Anak Gampang Sakit dan Penyakit Umum Balita

Gejala Batuk Rejan pada Bayi

Gejala khas dari batuk rejan adalah batuk kering terus menerus yang berbunyi keras disertai suara mengi (napas bunyi ngik-ngik atau "whoop") saat menarik napas panjang di antara batuk.

Sebelum batuk biasanya akan terjadi tarikan napas panjang melalui mulut. Namun, gejala batuk pertusis pada bayi yang baru lahir mungkin tidak berupa batuk disertai suara mengi. Batuk yang muncul pada bayi umumnya membuatnya sulit bernapas dan kulitnya jadi membiru, juga disertai dengan gejala muntah.

Pada bayi dan anak-anak, batuk pertusis umumnya berlangsung selama empat hingga enam minggu. Biasanya, gejala batuk rejan berlangsung selama 6 minggu dan terbagi menjadi tiga fase yang berbeda.

Fasenya meliputi fase awal (fase catarrhal), fase kedua (paroksismal), dan fase penyembuhan (fase konvalescens). Masing-masing fase ini dapat berlangsung selama kurang lebih 1-2 minggu. Berikut ini penjelasan lengkapnya, Ma.

1. Fase Catarrhal

Pada fase pertama, gejala batuk pertusis bisa sulit dibedakan dengan penyakit lain karena gejalanya mirip dengan masuk angin atau penyakit flu umum. Pada fase ini, gejala penyakit pertusis umumnya meliputi:

  • Pilek.

  • Bersin.

  • Demam ringan. 

  • Batuk ringan sesekali berlangsung seminggu hingga 10 hari, meskipun beberapa bayi mungkin tidak batuk sama sekali.

  • Jeda pernapasan, yang dapat terjadi dengan atau tanpa batuk.

  • Tersedak.

  • Terengah-engah. 

  • Mata berair. 

2. Fase Paroksismal

Tahap kedua dari batuk pertusis adalah ketika batuk menjadi lebih parah dan berlangsung selama satu hingga enam minggu. Pada tahap ini, bayi akan mengalami serangan batuk kering yang parah dan berulang.

Gejala batuk pertusis di fase paroksismal biasanya ditandai dengan:

  • Sulit bernapas.

  • Batuk yang terus-menerus.

  • Kulit membiru.

  • Batuk lebih intens di malam hari.

  • Batuk dengan suara tarikan napas yang khas.

  • Mata terlihat memerah.

  • Muntah setelah batuk.

3. Fase Konvalescens

Terakhir, yaitu fase konvalescens atau fase penyembuhan. Selama proses pemulihan, gejala batuk pada batuk pertusis dapat berkurang secara bertahap, namun pada beberapa kasus, batuk bisa tetap bertahan hingga 3 bulan.

Apabila tidak ditangani dengan baik, batuk pertusis dapat menimbulkan komplikasi, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun.

Beberapa komplikasi yang mungkin timbul meliputi: 

  • Dehidrasi.

  • Kesulitan pernapasan.

  • Penurunan berat badan.

  • Pneumonia.

  • Kejang.

  • Gangguan ginjal.

  • Kekurangan oksigen ke otak. 

Batuk pertusis dapat berbahaya jika tidak ditangani dengan baik, terutama bagi bayi di bawah usia 6 bulan. Sebab, batuk rejan bisa menyebabkan pengidapnya kekurangan oksigen dalam darah.

Komplikasi yang dapat terjadi apabila batuk rejan bayi tidak ditangani adalah pneumonia akibat infeksi lain atau pneumonia aspirasi (infeksi akibat muntahan yang tersedak ke dalam paru-paru), hingga kejang akibat otak yang kekurangan oksigen.

Untuk mencegah timbulnya komplikasi fatal, disarankan bagi bayi yang diduga mengalami gejalanya untuk segera menghubungi dokter agar mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Baca Juga: Ketahui Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasi Campak pada Anak

Cara Mengobati Batuk Pertusis pada Bayi

Batuk rejan tidak bisa diobati menggunakan obat batuk yang dijual di apotek tanpa resep. Pengobatannya pun bisa berbeda-beda, tergantung usia dan keparahan gejala.

Jika batuk si Kecil berlangsung kurang dari 14 hari, dokter mungkin akan mempertimbangkan meresepkan antibiotik. Meski tidak secara langsung mengatasi gejala, penggunaan antibiotik dapat membantu meminimalisir penularan penyakit tersebut kepada orang lain. 

Namun, jika batuk pada bayi sangat parah dan menyebabkan kesulitan bernapas, atau jika bayi berusia kurang dari 6 bulan, dokter mungkin merekomendasikan rawat inap di rumah sakit untuk perawatan yang lebih intensif. 

Selain dengan pengobatan dokter, berikut ini beberapa cara yang bisa Mama lakukan untuk membantu ringankan gejala batuk pertusis si Kecil di rumah:

1. Pastikan Bayi Banyak Minum

Penting untuk memastikan si Kecil tetap terhidrasi dengan baik saat menderita batuk pertusis. 

Untuk bayi yang berusia di bawah 6 bulan, ASI adalah sumber nutrisi utama dan juga berperan dalam menjaga hidrasi bayi. Jadi, pastikan untuk terus menyusui bayi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya.

2. Jaga Ruangan Tetap Nyaman

Menjaga ruangan si Kecil nyaman dan bebas dari iritasi seperti asap dan debu adalah salah satu langkah penting dalam mengatasi batuk pertusis. 

Bila perlu, gunakan humidifier agar ruangan tetap terjaga kelembapannya.

3. Hindari Makanan yang Memperparah Batuk

Apabila bayi sudah berusia di atas 6 bulan atau mengonsumsi makanan padat, sebaiknya hindari makanan yang dapat memicu batuk semakin parah.

Makanan tersebut di antaranya yoghurt, goreng-gorengan, dan makanan manis. Sebagai gantinya, Mama bisa sajikan makanan berkuah seperti sup ayam. 

Makanan berkuah ini dapat membantu menjaga hidrasi tubuh dan melonggarkan lendir yang dapat memperburuk gejala batuk.

Baca Juga: 5 Cara agar Anak Aktif dan Terhindar dari Virus Penyakit

4. Biarkan Bayi Banyak Tidur

Tidur adalah kunci paling penting dalam mengatasi penyakit batuk pertusis. Ini karena cukup istirahat membantu tubuh untuk pulih dan memperkuat sistem kekebalan tubuh dalam melawan infeksi. Jadi, pastikan untuk mengatur jadwal tidur si Kecil tetap cukup dan teratur setiap hari.

Yang terpenting adalah selalu berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan perawatan yang sesuai. 

Jangan sampai memberikan obat tanpa resep dokter. Pasalnya, obat batuk yang dijual bebas tidak direkomendasikan untuk mengobati atau meredakan batuk pertusis. 

Cara Mencegah Batuk Pertusis pada Bayi

Cara terbaik untuk mencegah batuk rejan pada bayi adalah melengkapi imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus). Berdasarkan jadwal immunisasi 2023 terbaru dari IDAI, imunisasi DPT diberikan 3 kali pada usia 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan (tergantung pada program yang diterapkan).

Setelah melengkapi 3 dosis wajibnya, vaksin booster DPT (imunisasi penguat) dapat diberikan pada usia 18 bulan dan 4-6 tahun untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh memiliki dan memperpanjang efek perlindungannya terhadap penyakit.

Dengan mengikuti jadwal imunisasi yang direkomendasikan, si Kecil akan mendapatkan perlindungan yang lebih baik terhadap batuk pertusis serta penyakit lainnya seperti difteri dan tetanus.

Peran imunisasi DPT sangat penting dalam mengurangi angka kejadian dan tingkat kematian akibat batuk pertusis. Jadi, pastikan si Kecil mendapatkan vaksinasi sesuai jadwalnya, ya. Jika terlambat atau pemberian vaksin dapat langsung dilanjutkan sesuai jadwal tanpa harus mengulang dari awal berapa pun lamanya keterlambatan. 

Selain imunisasi, beberapa pencegahan juga bisa dilakukan untuk menghindari penyakit pertusis, antara lain:

  • Menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan dengan rutin dan menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin.

  • Jauhkan si Kecil dari orang yang menderita penyakit batuk pertusis supaya tidak tertular.

  • Rutin kontrol ke dokter untuk memantau kesehatan si Kecil.

  1. Krupa, A. (2020, June 10). Whooping Cough in Babies. What to Expect; WhattoExpect. https://www.whattoexpect.com/childrens-health-and-safety/whooping-cough-babies/
  2. ‌Whooping cough. (2022, May 31). Raising Children Network. https://raisingchildren.net.au/guides/a-z-health-reference/whooping-cough
  3. ‌Whooping cough in babies. (2022). BabyCenter. https://www.babycenter.com/health/illness-and-infection/whooping-cough-in-babies_10911
  4. ‌Batuk Rejan. (2023). Kemkes.go.id. https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/infeksi-pernapasan--tb/batuk-rejan
  5. ‌Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan. (2022). Kemkes.go.id. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1291/pertusis-bagaimana-mengatasinya
  6. ‌Clinic, C. (2021). Whooping Cough (Pertussis): Causes, Symptoms & Prevention - Cleveland Clinic. Cleveland Clinic. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15661-whooping-cough-pertussis
  7. ‌CDC. (2022, December 1). Whooping Cough is Deadly for Babies. Centers for Disease Control and Prevention. https://www.cdc.gov/pertussis/pregnant/mom/deadly-disease-for-baby.html
  8. ‌Health. (2023). Whooping cough. Vic.gov.au. https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/whooping-cough
floating-icon