5 Mitos Seputar Anak Dwibahasa
Loading...
burger menu
5-mitos-seputar-anak-dwibahasa_large
Tumbuh Kembang

5 Mitos Seputar Anak Dwibahasa

Disusun oleh: Tim Penulis

Diterbitkan: 15 Januari 2020


  • Mitos #1: Mengajarkan Lebih dari Satu Bahasa Membuat si Kecil Bingung
  • Mitos #2: Membesarkan Si Kecil Menjadi Dwibahasa Membuat Ia Terlambat Bicara
  • Mitos #3: Anak Dwibahasa Akan Mencampurkan Dua Bahasa
  • Mitos #4: Sudah Terlambat untuk Membesarkan Si Kecil Secara Dwibahasa
  • Mitos #5: Si Kecil Seperti Spons, Mereka Bisa Menjadi Dwibahasa Tanpa Berusaha

Ketahui fakta tentang anak dwibahasa. Bagi orang yang tinggal di sebuah negara yang menggunakan satu bahasa sebagai bahasa utama, bicara dalam satu bahasa adalah cara paling alamiah untuk tumbuh dan berkembang. Ini mungkin menjadi alasan kenapa ada banyak kesalahan persepsi tentang membesarkan anak secara dwibahasa. Berikut adalah mitos mengenai perkembangan dwibahasa si Kecil:

Mitos #1: Mengajarkan Lebih dari Satu Bahasa Membuat si Kecil Bingung

Beberapa orang tua berpikir bahwa, jika si Kecil diperkenalkan dengan dua bahasa pada saat yang sama, maka ia akan menjadi bingung dan tidak mampu membedakan dua bahasa tersebut.

"Sejak lahir, semua bayi mampu membedakan banyak bahasa," ujar Barbara Zurer Pearson, author of Raising a Bilingual Child. Bayi yang telah menginjak usia 6 bulan, secara sempurna mampu membedakan dua bahasa yang sangat mirip.

Mitos #2: Membesarkan Si Kecil Menjadi Dwibahasa Membuat Ia Terlambat Bicara

Beberapa anak yang dibesarkan secara dwibahasa mengalami keterlambatan untuk bisa berbicara, namun ini tidak berlaku sebagai indikator utama. Menurut penelitian, meski si Kecil didiagnosa mengalami keterlambatan berbicara, membesarkannya secara dwibahasa bukan hal yang berikan pengaruh khusus.

"Penelitian mengindikasikan bahwa dwibahasa tidak menyebabkan keterlambatan berbicara," ujar Ellen Stubbe Kester, President of Bilinguistics.

Did you know?

"Anak boleh saja dibesarkan dengan dua bahasa, asalkan salah satu dari bahasa yang diajarkan adalah bahasa lokal yang digunakan untuk berkomunikasi dengan lingkungannya sehari-hari."

Mitos #3: Anak Dwibahasa Akan Mencampurkan Dua Bahasa

Kecenderungan mencampurkan bahasa mungkin terjadi, namun ini tidak sepenuhnya dipengaruhi dari cara mendidik dwibahasa. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang terbiasa mencampurkan dua bahasa dalam dialeknya. Si Kecil akan mencontoh apa yang ia lihat dan dengar, jadi jika Ibu hidup di lingkungan yang terbiasa mencampurkan bahasa, ini akan mempengaruhi si Kecil. "Kadang orang melakukan ini karena mereka tidak tahu kata yang dibutuhkan dalam bahasa yang sedang dipakai," jelas Pearson.

Mitos #4: Sudah Terlambat untuk Membesarkan Si Kecil Secara Dwibahasa

Tidak ada kata terlambat atau terlalu cepat dalam memperkenalkan bahasa kedua pada si Kecil. Mempelajari bahasa kedua akan lebih mudah bagi anak pada usia di bawah 10 tahun.

Menurut para ahli, waktu optimal untuk belajar bahasa kedua dimulai sejak lahir hingga usia tiga tahun. Pada periode ini, pikiran si Kecil masih terbuka dan fleksibel.

Mitos #5: Si Kecil Seperti Spons, Mereka Bisa Menjadi Dwibahasa Tanpa Berusaha

Meskipun akan lebih mudah bagi si Kecil untuk mempelajari bahasa baru di usianya yang lebih muda, namun menjadi dwibahasa tidak terjadi karena keajaiban. Memperkenalkan bahasa kedua pada si Kecil membutuhkan sebuah struktur dan upaya yang konsisten.

Berikan si Kecil semua manfaat baik vitamin dan mineral, yang penting untuk pertumbuhannya di sini.

Pilih Artikel Sesuai Kebutuhan Mama
  • Deuchar, M. Quay, S. Bilingual acquisition: Theorical implications of a Case Study, 2000. Oxford: Oxford University Press
  • Koppe, R, Linguistics, 1996;34:927-954
Artikel Terkait