Setiap orang tua tentu ingin agar anaknya siap menghadapi tantangan masa depan dengan segala perkembangannya yang sulit diprediksi.
Riwayat Pencarian
Pencarian Populer
Setiap orang tua tentu ingin agar anaknya siap menghadapi tantangan masa depan dengan segala perkembangannya yang sulit diprediksi.
Untuk itu, di samping membangun rutinitas harian dan memberi kesempatan bermain yang menunjang tumbuh kembang anak sesuai usia, orang tua perlu membekali anak selangkah lebih maju dengan aktivitas yang memiliki makna dan tujuan. Aktivitas ini akan menumbuhkan anak-anak yang mandiri, berani, gigih, banyak akal, dan adaptif, atau dikenal juga dengan istilah resiliensi. Resiliensi bukanlah karakter bawaan dimana anak terlahir memiliki atau tidak memilikinya. Kemampuan untuk menghadapi tantangan perubahan dan bangkit setelah gagal ini adalah set pemikiran dan perilaku yang dapat dipelajari, dikembangkan, dan diusahakan sehingga menjadi suatu kebiasaan dan terinternalisasi menjadi karakter. Apa saja yang dapat dilakukan orang tua untuk memberi paparan bermakna dan membangun karakter resiliensi anak?
Mengenalkan berbagai pengalaman baru secara langsung
Keseharian yang repetitif dan rutin memang penting bagi anak agar merasa nyaman dengan dunia sekitarnya. Namun untuk terus menyalakan rasa ingin tahu, memperkaya pengalaman, dan mendorong berkembangnya keterampilan baru, anak perlu terus diperkenalkan dan diajak melakukan hal-hal di luar zona nyamannya. Bukan hanya membaca atau melihat dari buku dan televisi, tapi anak diajak mengalami langsung. Beberapa idenya antara lain:
Mencoba hal baru memang beresiko, karena bisa jadi berujung suka – tidak suka, cocok – tidak cocok, merasa mudah atau sulit. Namun justru inilah pengalaman yang membuka kesempatan anak menjadi resiliensi. Orang tua sendiri perlu memberi contoh, menahan diri agar tidak terlalu protektif, dan mendorong anak ambil resiko (Ungar, 2009). Orang tua dapat pula menceritakan pengalaman anak maupun pengalamannya sendiri saat berhasil mengatasi rasa cemas. “Ingat ga waktu pertama kakak renang? Awalnya takut sama air, ternyata pas dicoba malah suka sekali.”
Fokus pada proses daripada hasil akhir
Ketika ingin mendorong anak untuk ambil resiko, beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua:
Kembangkan keterampilan berpikir anak
Dengan dunia yang berubah cepat, masalah dan tantangan pun tidak akan sama dengan jaman sekarang. Anak perlu mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah, bukan hapalan akan apa yang harus diperbuat. Yang dapat dilakukan orang tua:
Membangun Hubungan yang Positif dengan Anak
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kelekatan emosional dan dukungan sosial sangat penting bagi terbentuknya resiliensi (Marriner, Cacioli, & Moore, 2014; Ungar, 2013). Waktu berkualitas dengan anak menjadi kunci, lakukan kegiatan bersama yang bisa menciptakan koneksi, bukan sekedar berada di ruangan yang sama secara fisik. Bantu anak mengenali kelebihan-kelebihan dirinya sehingga lebih percaya diri. Ketika anak tahu bahwa mereka memiliki kemampuan diri dan dukungan tak bersyarat dari orang tua, mereka lebih merasa berdaya menghadapi tantangan.
Referensi:
Marriner, P., Cacioli, J-P., & Moore, K.A. (2014). The Relationship of Attachment to Resilience and their Impact on Stress. In K. Kaniasty, K.A. Moore, S. Howard & P. Buchwald (Eds). (pp. 73-82). Stress and Anxiety: Applications to Social and Environmental Threats, Psychological Well-Being, Occupational Challenges, and Developmental Psychology. Berlin: Logos Publishers. https://www.researchgate.net/publication/275833354_The_relationship_of_attachment_to_resilience_and_their_impact_on_stress
Michael Ungar (2009) Overprotective Parenting: Helping Parents Provide Children the Right Amount of Risk and Responsibility, The American Journal of Family Therapy, 37:3, 258-271, DOI: 10.1080/01926180802534247
Ungar, M. (2013). The impact of youth-adult relationships on resilience. International Journal of Child, Youth and Family Studies, 4(3), 328-336. DOI: 10.1177/1524838013487805
https://www.apa.org/helpcenter/road-resilience.aspx