Loading...

Riwayat Pencarian

Pencarian Populer

burger menu
hamil-setelah-divonis-endometriosis
Kehamilan & Menyusui

Endometriosis: Penyebab, Gejala, dan Cara Mengatasinya saat Hamil

10 Februari 2020

Tidak sedikit wanita di Indonesia mengalami endometriosis yang berhubungan dengan gangguan kesuburan atau infertilitas. Namun tahukah Mama apa arti dari endometriosis? Artikel ini akan mengulasnya lebih lanjut.

Baca Juga: Menjalani Kehamilan dengan Penyakit Kista Ovarium

Apa Itu Endometriosis?

Pada dasarnya endometriosis adalah keadaan di mana jaringan yang membentuk lapisan dalam dinding rahim tumbuh dan berada di luar rahim. Jaringan tersebut dinamai endometrium yang bisa tumbuh di indung telur, tuba falopi (saluran telur), usus, vagina, atau di rektum.

Sebelum seorang wanita mengalami menstruasi, jaringan ini akan menebal dan menjadi tempat menempelnya sel telur yang telah dibuahi. Jika tidak dalam kondisi hamil, jaringan ini akan luruh dan keluar dari tubuh sebagai darah menstruasi.

Penyebab dan Gejala Endometriosis

Muncul kondisi endometriosis ini disebut-sebut berhubungan erat dengan gangguan sistem kekebalan tubuh seseorang serta aliran darah menstruasi yang berbalik arah. Ketika mengalami keadaan ini biasanya pada seorang wanita terdapat gejala, seperti:

  • Nyeri di perut bagian bawah dan panggul
  • Volume darah yang berlebihan saat menstruasi
  • Terasa sakit saat buang air kecil atau buang air besar

Sementara dalam beberapa kasus seperti yang diceritakan Ibu Santhi R, 30 tahun, kepada Lactamil Ibu Care bahwa endometriosis itu muncul saat dia masih gadis dan belum menikah.  Ibu Santhi R tiba-tiba saja mengalami menstruasi yang berkepanjangan selama 3 minggu lebih, seperti mengalami pendarahan. Karena saat itu belum menikah, pada mulanya dokter menyarankan supaya Ibu Santhi R menjalani terapi suntik hormon, sehingga endometriosis dapat diatasi tanpa operasi.

Pengaruh Endometriosis pada Kesuburan Wanita

Beberapa kondisi yang menyebabkan endometriosis kerap disertai dengan gangguan kesuburan atau infertilitas, yakni antara lain karena gangguan ini menghalangi sel telur masuk ke rahim, merusak sel telur dan sperma, bahkan menimbulkan rasa sakit saat berhubungan badan.

Proses Penanganan Endometriosis

Melihat penanganan yang ditempuh oleh Ibu Santhi R  atas saran dokternya, dia menjalani terapi suntik hormon setiap bulan selama 10 bulan dan berhasil menuntaskan terapi 2 bulan lebih cepat dari jadwal yang seharusnya.

Tentu saja selain terapi suntik hormon, syarat mutlak lainnya yang harus dipenuhi adalah dengan menerapkan pola hidup sehat. Mulai dari mengonsumsi menu makanan yang sehat dan bergizi, misalnya menghentikan penggunaan penyedap rasa buatan (MSG/vetsin) dalam masakan dan meninggalkan junk food serta soft drink, istirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan menghindari stres.

Terapi suntik hormon yang dijalaninya juga relatif aman. Efek sampingnya berat badan melonjak tajam dan wajah Ibu Santhi R dipenuhi jerawat. Mau tidak mau, dia pun harus disiplin melakukan senam aerobic dua hari sekali untuk menjaga keseimbangan berat badan, dan menjalani perawatan kulit wajah supaya jerawat tidak tumbuh semakin parah dan terjadi infeksi. Terbayang ‘kan betapa repotnya?

Tapi hal tersebut tidak masalah sebab yang diperlukan adalah Ibu Santhi R bisa sehat dan hidup normal kembali.

Kelegaan yang dirasakan Ibu Santhi R ternyata tidak berlangsung lama. Endometriosis adalah penyakit yang bersifat kambuhan. Maka tak heran jika setahun kemudian kista muncul kembali. Untuk kali ini dokter tidak menyarankan Ibu Santhi R untuk menjalani terapi hormon karena khawatir akan mempengaruhi kondisi rahim. Jika menjalani terapi ini untuk yang kedua kalinya, maka rahim akan kering dan berisiko mandul atau sangat sulit memiliki keturunan.

Tidak ada pilihan lain, dokter menyarankan Ibu Santhi R untuk hamil. Perlu diketahui, penyebab munculnya kista endometriosis ini adalah adanya ketidakseimbangan hormon estrogen dalam tubuh. Makanya, sebagian dokter menyarankan kehamilan sebagai salah satu pengobatannya.

Setelah bahkan sebelum menikah, Ibu Santhi R juga memulai proses pengobatan untuk hamil setelah divonis endometriosis. Untuk persiapan kehamilan tersebut, dokter memberi vitamin yang dikonsumsi secara rutin untuk memulihkan kondisi rahim dan keseimbangan hormon. 

Selain itu, Ibu Santhi R juga banyak mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin E. Misalnya saja taoge dan kacang hijau. Pola hidup sehat harus terus dipertahankan. Olahraga pun tidak boleh ketinggalan.

Akhirnya, setelah proses perawatan yang panjang haid Ibu Santhi R berhenti. Untuk memastikannya, dia menunggu hingga bulan ke lima setelah menikah lalu pergi ke dokter untuk pemeriksaan dan dinyatakan positif hamil.

Demikianlah ulasan singkat mengenai endometriosis berdasarkan Ibu Santhi R, 30 tahun, kepada Lactamil Ibu Care terkait kondisinya hamil setelah divonis endometriosis.

comment-icon comment-icon